Senin, 18 Maret 2013

Sejarah Pulau Buton


Buton adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah tenggara Pulau Sulawesi. Pada zaman dahulu di daerah ini pernah berdiri kerajaan Buton yang kemudian berkembang menjadi Kesultanan Buton. Buton dikenal dalam Sejarah Indonesia karena telah tercatat dalam naskah Nagarakretagama karya Prapanca pada Tahun 1365 Masehi dengan menyebut Buton atau Butuni sebagai Negeri (Desa)Keresian atau tempat tinggal para resi dimana terbentang taman dan didirikan lingga serta saluran air. Rajanya bergelar Yang Mulia Mahaguru. Nama Pulau Buton juga telah dikenal sejak zaman pemerintahan Majapahit. Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa, menyebut nama Pulau Buton. Konon katanya "asal usul pulau Buton" ini terjadi akibat dari pergerakan lempeng kulit bumi poros Ka'bah-Thuur.Dataran arabia adalah merupakan kecepatan awal pergerakan kulit bumi mengarah ke timur laut Sulawesi. Pulau Sulawesi diambil sebagai standar, mengingat Sulawesi berada ditengah-tengah antara Mekka (dataran arab) dengan pulau Toamoto (dalam al-qur'an disebut Thuur) yang berada di laut Pasifik Selatan 180 derajat dari Ka'bah. Bila kita membuka peta bumi (world map), perhatikan laut kaspia di dataran Arabia, relief dan struktur morfologisnya hampir sama dengan pulau Buton. Oleh karena itu, apakah secara ilmiah memang ada hubungan geologis antara pulau Buton dengan Laut Kaspia yang terdapat di dataran Arab?. Para peneliti geologi dari GuelphUniversity Toronto Canada sekitar tahun 1993 lalu telah melakukan penelitian struktur batuan yang terdapat di pulau Buton. Hasil penelitian disimpulkan bahwa struktur batuan pulau Buton sama dengan yang terdapat di dataran Arab dengan usia sekitar 138 juta tahun. Masih diperlukan studi lebih lanjut oleh para ilmuwan untuk menguak tabir ini sehingga Bangsa Arab tau bahwa ada bagian mereka yang hilang dan yang hilang itu ada di pulau Buton. Cikal bakal negeri Buton untuk menjadi sebuah Kerajaan pertama kali dirintis oleh kelompok Mia Patamiana (si empat orang) yaitu Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati yang oleh sumber lisan mereka berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada akhir abad ke – 13. Mereka mulai membangun perkampungan yang dinamakan Wolio (saat ini berada dalam wilayah Kota Bau-Bau serta membentuk sistem pemerintahan tradisional dengan menetapkan 4 Limbo (Empat Wilayah Kecil) yaitu Gundu-gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu yang masing-masing wilayah dipimpin oleh seorang Bonto sehingga lebih dikenal dengan Patalimbona. Keempat orang Bonto tersebut disamping sebagai kepala wilayah juga bertugas sebagai pelaksana dalam mengangkat dan menetapkan seorang Raja. Selain empat Limbo yang disebutkan di atas, di Buton telah berdiri beberapa kerajaan kecil seperti Tobe-tobe, Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga. Maka atas jasa Patalimbona, kerajaan-kerajaan tersebut kemudian bergabung dan membentuk kerajaan baru yaitu Kerajaan Buton dan menetapkan WaKaaKaa (seorang wanita bersuamikan Si Batara seorang turunan bangsawan Kerajaan Majapahit) menjadi Raja I pada tahun 1332 setelah mendapat persetujuan dari keempat orang bonto/patalimbona (saat ini hampir sama dengan lembaga legislatif). Dalam periodisasi Sejarah Buton telah mencatat dua Fase penting yaitu masa Pemerintahan Kerajaan sejak tahun 1332 sampai pertengahan abad ke – 16 dengan diperintah oleh 6 (enam) orang rajadiantaranya 2 orang raja perempuan yaitu WaKaaKaa dan Bulawambona. Kedua raja ini merupakan bukti bahwa sejak masa lalu derajat kaum perempuan sudah mendapat tempat yang istimewa dalam masyarakat Buton. Fase kedua adalah masa Pemerintahan Kesultanan sejak masuknya agama Islam di Kerajaan Buton pada tahun 948 Hijriah ( 1542 Masehi ) bersamaan dilantiknya Laki La Ponto sebagai Sultan Buton I dengan Gelar Sultan MurhumKaimuddinKhalifatulKhamis sampai pada Muhammad FalihiKaimuddin sebagai Sultan Buton ke – 38 yang berakhir tahun 1960.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar